Minggu, 26 April 2015

pembagian hadis



A.   Latar belakang
Kitab-kitab hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama Nabi wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadits tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi.  Baik dari aspek kemurniannya dan keasliannya.
Dengan demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadits yang terhimpun dalam kitab-kitab hadits tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah tidak, terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian hadits tidak hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadits itu saja, yang biasa dikenal dengan masalah matan hadits, tetapi juga kepada berbagai hal yang berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini sanadnya, yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan matan hadis kepada kita.
Keberadaan perawi hadits sangat menentukan kualitas hadits, baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadits.Selama riwayat-riwayat ini membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang dapat diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-kaidah dan patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadits.


B.   Rumusan Masalah
1.    Apa saja pembagian hadist  menurut Kualitasnya ?
2.    Apa saja pembagian hadis menurut Kuantitasnya ?
3.    Apa saja pembagian hadist menurut Kebersinambungan sanadnya ?
4.    Apa saja pembagian hadist menurut Kehujjahannya ?

C.   Tujun Penaulisan

1.    Menjadikan kita kritis dalam pengambilan hukum yang menyangkut tentang hadits.
2.    Berpedoman dengan hadits yang benar-benar dapat di terima keberadaanya.
3.    Dapat membedakan hadits-hadits dari segi kebenaran dan kehujjahanya



BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAGIAN HADIST

A.   Pembagian Hadist dari Segi Kuantitas
Ditinjau dari sedikit atau banyaknya perawi yang menjadi sumber berita, hadist terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1.    Hadist Mutawatir
a.    Pengertian
“hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang secara tradisi tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta dari sejumlah perawi yang sepadan dari awal sanad sampai akhirnya, dengan syarat itu tidak kurang pada setiap tingkatan sanadnya”

Jenis ini bersifat qath’iy al-tsubut (abash secara mutlak) dan disejajarkan dengan wahyu yang wajib diamalkan dan dinilai kafir orang yang mengingkarinya. Hadist Mutawattir merupakan tingkat riwayat tertinggi .

b.    Syarat-syaratnya :
1)    Pemberitaan yang disampaikan oleh para perawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra .
2)    Jumlah perawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka persepakat bohong.
3)    Adanya keseimbangan jumlah antara para perawi dalam thabaqah pertama dengan jumlah perawi dalam thabaqah.


c.    Klasifikasi Hadist Mutawatir :
1)    Hadist Mutawatir lafzhiy adalah hadis yang diriwayatkan orang banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.
2)    Hadist Mutawatir ma’nawy adalah hadist yang para perawinya berlainan dalam menyusun redaksi pemberiaan, tetapi berita yang berlainan susunan redaksinya itu terdapat persesuaian pada prinsipnya.

d.    Manfaat Hadist Mutawatir
Hadist Mutawatir memberi manfaat ilmu dharury, yaitu suatu keharusan untuk menerimanya bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadist tersebut, hingga membawa kepada keyakinan yang qath’iy.

e.    Kitab penghimpun Hadist-hadist Mutawatir
Diantara kitab yang khusus menghimpun hadist-hadist mutawatir :
1)    Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah, karya Jalaluddin as-Suyuthy (911 h).
2)    Nazhm al-Mutanasir min al-Hadits al-Mutawatir, karya Muhammd ‘Abdullah bin Ja’far al-Kattany (1345).

2.    Hadits Ahad
a.    Pengertian
Al – Ahad jama’ dari ahad, menurut bahasa berarti al-wahid atau satu. Dengan demikian khabar wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang.Sedangkan menurut istilah hadits ahad adalah kabar yang jumlah perawinya tidak mencapai batasan jumlah perawi hadist mutawatir, baik perawi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak sampai kepada jumlah perawi hadits Mutawatir
b.    Pembagian Hadist Ahad
1.    Hadits Masyhur
Masyhur menurut bahasa, ialah al-intisyar wa al-dzuyu’:  sesuatu yang sudah tersebar dan popular. Sedangkan menurut istilah, menurut ulama ushul adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi bilangannya tidak sampai ukuran bilang mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan demikian pula setelah mereka.
Macam-macam Hadits Masyhur
a)    Masyhur dikalangan para  muhadditsin dan lainnya
b)    Masyur dikalangan ahli ilmu-ilmu tertentu
c)    Masyhur dikalangan orang-orang umum saja.

2.    Hadits ‘Aziz
Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang perawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.

3.    Hadis Gharib
Hadis yang ada dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, yang mana penyendirian dalam sanad itu terjadi.

c.    Ketentuan Umum Hadis Ahad
Pembagian hadis ahad kepada masyhur, ‘aziz dan gharib tidak bertentangan dengan pembagian Hadis Ahad kepada Sahih, Hasan, dan Dha’if.( Ahmad Izzan, 2011 : 146-155 ).

B.   Pembagian Hadts dari segi Kualitasnya
1.    Hadis Sahih
a.    Macam-macam Hadis sahih
Para ulama hadis membagi hadis sahih ini dibagi menjadi dua macam, yaitu :      
1)    Shahih li dzatihi, yaitu hadis yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-sifat hadis maqbul secara sempurna yaitu syarat-syarat yang lima diatas.
2)    Shahih li ghairihi, yaitu hadis yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat sebuah hadis maqbul (a’la sifat al-qubul).
Hal itu bisa terjadi karena ada beberapa hal, misalnya saja perawinya sudah diketahui adil tapi dari sisi ke-dhabit –annya, dinilai kurang. Hadis ini menjadi sahih karena da hadis lain yang sama atau sepadan, diriwayatkan melalui jalur lain yang setingkat atau malah lebig sahih.
b.    Kehujjahan Hadis Sahih
Para ulama ahlinhadis dan sebagian ulama ahli usul seperti ahli fqih sepakat menjadikan hadis sahih sebagai hujjah yang wajib beramal dengannya.Sebagian ulama besar menetapkan dengan dalil-dalil qath’i, yaitu al-Qur’an dan hadis mutawatir untuk menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan aqidah dan tidak dengan hadis ahad. Dengan demikian hadis sahih dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu aqidah.
Perlu diketahui bahwa martabat hadis sahih ini tergantung kepada ke-dhabit-an dan keadilan perawinya.Semakin dhabit dan adil si perawinya, makin tinggi pula tingkatan kualitas hadis yang diriwayatkannya.
Berdasarkan martabat seperti ini, para muhaddistin membagi tingkatan sanad menjadi tiga, yaitu :
a. Ashah al-asanid, yakni rangjaian sanad yang paling tinggi derajatnya. Para ulama hadis berbeda pendapat dalam menentukan peringkat pertama ini:
Al-Auyuthi menguraikannya sebagai berikut :
a.    Menurut Ahmad ibn Hanbal dan Iahaq ibn Rahuwaih, adalah; jalur sanad Ibn Syihad Al-Zuhry- dari Salim ibn Abdullah ibn Umar – dari ibn Umar.
b.    Menurut Ibn Al- Madany, Al-Fallas dan Sulaiman ibn Hard, adalah; Muhammad ibn Sirih-‘Abidah Al-Salmany- Ali ibn Abi Thalib.
c.    Menurut Yahya ibn Ma;in, adalah  : Sulaiman Al-A;masy ibn Ibrahim- Ibrahin ibn Yazid Al-Nakha’iy- Al- Qamah ibn Qais- Abdullah Ibn Mas’ud.
d.    Menurut Abu Bakr ibn Abi Syaibah, adalah; Al-Zuhry- Ali ibn Husain – Husein ibn Ali- Ali ibn Abi Thalib.
e.    Menurut Imam Bukhari, adalah; Imam Maliki ibn Anas, dari Nafi’ mawla Ibn Umar, Ibn Umar.
Berdasarkan perbedaan pendapat seperti ini, Abu’ addillah ada yang mengkhususkan sahabat tertentu dan ada yang mengkhususkan kepada daerah tertentu.
1)    Ahsanul al-asanid, yakni rangkaian sanad yang tingkatannya dibawah tingkat pertama diatas, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Hamad bin Salman dari Sabit dari Anas.
2)    Adh’aful al-asanid, yakni rangkaian sanad hadis yang tingkatannya kedua, seperti hadis riwayat Suhail bin Abi Shahih dari bapaknya Abu Hurairah.

c.     Kitab-kitab Hadis yang Sahih
Ibnu Al-Shahah mengatakan bahwa kitab hadis yang paling sahih setelah Al-Qur’an adalah Sahih Bukhari dan Muslim. Para ahli hadis menguraikan tingkatan-tingkatan hadis sahih, pada umumnya, secara berurutan sebagai berikut :
Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
a.    Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri (tanpa Muslim)
b.    Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim sendiri (tanpa Bukhari)
c.    Hadis yang diriwayatkan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bukhari Muslim, meskipun hadis tersebut tidak ditakhrij oleh kedaunya.
d.    Hadis yang diriwayatkan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Muslim.
e.    Hadis yang diriwayatkan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bukhari.
f.     Hadis-hadis yang disahihkan oleh selain Bukhari dan Muslim, seperti Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban meskipun tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bukhari dan Muslim.

2.  Hadis Hasan
a.  Pengertian
Hasan menurut bahasa berarti sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mendefisinikan hadis hasan ini. Pebedaan pendapat ini terjadi disebabkan diantara mereka ada yang menggolongkan hadis yang menduduki diantara hadis hasan dan hadis dha’if, yang dapat dijadikan hujjah.Memang menurut sejarah ulamu yang mula-mula memunculkan istilah “Hasan” bagi suatu jenis hadis yang berdiri sendiri adalah Imam Al-Tirmidzi.
b. Syarat-syarat Hadis Hasan
                                     Secara terperinci syarat-syarat hadis hasan sebagai berikut :
1)    Sanadnya bersambung
2)    Perawinya ‘adil
3)    Perawinya dhabit, tetapi kualitas ke-dhabit-annya dibawah ke-dhabit-an perawi hadis sahih;
4)    Tidak terdapat kejanggalan atau syadz; dan
5)    Tidak ber’illat.

3)    Macam-Macam Hadis Hasan
1)    Hadis Hasan li Dzatih
Penertian hadis hasan li dzatih sebagaimana pengertian diatas, yaitu hadis yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada keganjilan (syadz) dan cacat (‘illat) yang merusak.
2)    Hasan Li Ghairihi
Secara singkat, hasan li ghairihi ini terjadi dari hadis dha’if jika banyak perawinya, sementara para perawinya tidak diketahui keahliannya dalam meriwayatkan hadis.Akan tetapi mereka tidak sampai kepada derajat fasik atau tertunduh suka berbohong atau sifat-sifat jelek lainnya.Begitulah para ulama memberikan batasan hadis jenis ini, termasuk Ibnu Al-Shalah.

4)    Tingkatan Hadis Hasan
Sebagaimana hadis sahih, hadis hadan juga mempunyai tingkatan-tingkatan yang diurutkan sebagai berikut:
Menurut Al-Dzahabi, sebagaimana dikutip oleh ‘Ajjah Al-Khatib, tingkatan yang paling tinggi adalah periwayat dari Bahz ibn Hakim dari bapaknya, dari kakeknya; dan Ibnu Ishaq dari Al-Taymiy.
Kemudain bila perawi mengatakan sebuah hadis itu “Hasan Isnadnya” maka itu belum tentu menunjukan sahih matannya mengandung keganjilan atau kecacatan.Oleh karena itu, seorang kritukus hadis tidaklah dapat memberikan lebek hadis shahih, hadits hasan hingga isnad shahih kecuali mampu mengemukakan data-data atau alasannya.
5)    Kehujjahan Hadis Hasan
Jumhur mengatakan bahwa kehujjahan hasan seperti hadis sahih, walaupun derajatnya tidak sama, bahkan ada segolongan ulama yang  memasukan hadis hasan ini, baik hasan li dzatih, maupun hasan li ghairihi kedalam kelompok sahih, seperti Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah meskipun telah memberikan penjelasan terlebih dahulu. Al-Ktatabi kemudian menjelaskan bahwa yang mereka maksud dengan hasan disini (yang bisa diterima hujjahnya) adalah hadis hasan li dzatihi. Sedangkan hasan li ghairihi jika kekurangan-kekurangannya dapat diminimalisir atau tertutupi oleh banyaknya riwayat lain, maka sah-lah jehujjahannya.
3.Hadis Dha’if
a. Pengertian
Kata dha’if menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan kata dari kuat.Maka sebutab dha’if, secara bahasa berarti hadis yang lemah atau hadis yang tidak kuat.Secara istilah, para ulama terdapat perbadaan rumusan dalam memdefinisikan hadis dha’if ini.
Al-Nawawi mendefinisikan dengan “ Hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis  Shahih dan syarat-syarat hadis Hasan”. Menurut Nur Al-Din Itr “ Hadis yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat Hadis Maqbul (hadis Sahih atau hadis yang Hasan)”.
                        (Munzier Suparta, 2011 : 134-150)
C.   Pembagian Hadis berdasarkan Kesinambungan sanadnya
1.      Hadis-Hadis yang Bersambung-sambung Sanad-nya
a.  Hadis Musnad, yaitu tiap-tiap hadis marfu’ yang sanad-nyamuttashil.
b.  Hadis  Muttashil/Maushul, yaitu hadis yang bersambung-sambung sanad-nya. Persambungan sanad itu dinamai ittishal.

D.   Hadis-hadis Dha’if karena tidak Bersambung-sambung Sanadnya

1.      Hadis Mu’allaq
Hadis Mu’allaq yaitu hadis yang gugur perawinya, baik seorang, baik dua orang, baik semuanya, ada awal sanad, yaitu guru dari seorang imam hadis.Menggugurkan hadis disebut ta’liq.
2.      Hadis Munqathi’
Hadis Munqathi’ yaitu hadis yang gugur seorang, atau dua orang dengan tidak berturut-turut di pertengahan sanad.Hal tersebut dinamai inqitha’.
3.      Hadis Mu’dhal
Hadis Mu’dhal yaitu hadis yang gugur dua orang perawi berturut-turut dipertengahan sanad.Menggugurkan perawi ini disebut i’dhal.
4.      Hadis Mudallas
Hadis Mudallas yaitu hadis yang tidak disebut dalam sanad atau sengajadigugurkan oleh seorang perawi ama gurunya dengan cara yang member waham apakah dia mendengar sendiri hadis itu dari orang yang disebut namanya itu.
( Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, 2009 : 169-170 )

Hadis ditinjau dari dari segi diterima dan ditolak, dibagi menjadi dua. Pertama  Maqbul, yaitu segala hadis yang diterima , dapat dijadikan hujjah. Kedua Mardud, yaitu segala hadis yang ditolak, tidak dapat dijadikan hujjah dan wajib diingkari.
1.      Hadis Maqbul
Diantaranya :
a.     Hadis Mutawatir, yakni segala perkataan Nabi SAW atau perbuatannya yang didengar atau dilihat oleh orang ramai (khalayah), yang tidak mungkin menurut pendapat akal bahwa orang ramai yang menyampaikan berita kepada kita telah bersekutu berdusta dalam menerangkan kejadian itu kepada kita.
b.      Hadis ahad dan marfu’ lagi musnad dan shahih, yakni segala hadis yang diterima oleh dua tiga orang saja dan disampaikan kepada dua tiga orang saja. Mereka menyampaikan hadis ini dengan menyandarkan kepada Nabi saw. Serta menerangkan sanad-sanadnya yang bersambung-sambung, tidak putus-putus, tidak berlompat-lompat dan semua orang yang menjadi sanad itu.
c.     Hadis ahad yang marfu’ musnad hasan, yakni segala  hadis yang diterima oleh dua-tiga orang saja dan disampaikan kepada dua-tiga orang juga. Mereka menyampaikan hadis itu dengan menyandarkan kepada Nabi saw.serta menerangkan sanadnya yang bersambung-sambung tidak terputus-putus, tidak berlompat-lompat dan segala orang menjadi sanad itu adil, akan tetapi tidak kuat ingatan, jika dibandingkan dengan ingaorang yang meriwayatkan hadis yang dipandang shahih.

2.         Hadis Mardud
Hadis Mardud adalah hadis ahad yang bukan marfu’  musad shahih dan bukan marfu’ musnad hasan. Yakni hadis dha’if yang banyak macamnya dan banyak pula namanya.
Di antara hadis dha’if adalah syadz, maqthu’, mu’allaq, mubham, mudraj, mudallas, matruk, maqlub, mu’alal, munkar, mudhtharab, dan munqathi’.


Dengan kata lain hadis mardud adalah :
a.    Tidak besambung-sambung  sanad-nya atau
b.     Terdapat pada seorang perawinya cacat yang menyebabkan tercacat    riwayatnya.
( Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, 2009 : 165-167 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar