A. Latar belakang
Kitab-kitab
hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat
Islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam adalah
kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama Nabi wafat. Dalam
jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut
telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadits tersebut
menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi. Baik dari aspek
kemurniannya dan keasliannya.
Dengan
demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadits yang terhimpun dalam
kitab-kitab hadits tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah tidak,
terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian hadits tidak
hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadits itu saja,
yang biasa dikenal dengan masalah matan hadits, tetapi juga kepada berbagai hal
yang berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini sanadnya, yakni rangkaian
para periwayat yang menyampaikan matan hadis kepada kita.
Keberadaan
perawi hadits sangat menentukan kualitas hadits, baik kualitas sanad maupun
kualitas matan hadits.Selama riwayat-riwayat ini membutuhkan penelitian dan
kajian mendalam untuk mengetahui mana yang dapat diterima dan mana yang
ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-kaidah dan patokan sebagai acuan
melakukan studi kritik Hadits.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja pembagian hadist menurut Kualitasnya ?
2.
Apa saja pembagian hadis menurut
Kuantitasnya ?
3.
Apa saja pembagian hadist menurut
Kebersinambungan sanadnya ?
4.
Apa saja pembagian hadist menurut
Kehujjahannya ?
C. Tujun Penaulisan
1. Menjadikan
kita kritis dalam pengambilan hukum yang menyangkut tentang hadits.
2. Berpedoman
dengan hadits yang benar-benar dapat di terima keberadaanya.
3. Dapat
membedakan hadits-hadits dari segi kebenaran dan kehujjahanya
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAGIAN HADIST
A. Pembagian Hadist dari Segi Kuantitas
Ditinjau
dari sedikit atau banyaknya perawi yang menjadi sumber berita, hadist terbagi
menjadi dua macam, yaitu :
1. Hadist Mutawatir
a. Pengertian
“hadist
yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang secara tradisi tidak mungkin mereka
sepakat untuk berdusta dari sejumlah perawi yang sepadan dari awal sanad sampai
akhirnya, dengan syarat itu tidak kurang pada setiap tingkatan sanadnya”
Jenis
ini bersifat qath’iy al-tsubut (abash secara mutlak) dan disejajarkan dengan
wahyu yang wajib diamalkan dan dinilai kafir orang yang mengingkarinya. Hadist
Mutawattir merupakan tingkat riwayat tertinggi .
b. Syarat-syaratnya :
1) Pemberitaan yang disampaikan oleh para perawi
tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra .
2) Jumlah perawinya harus mencapai suatu
ketentuan yang tidak memungkinkan mereka persepakat bohong.
3) Adanya keseimbangan jumlah antara para perawi
dalam thabaqah pertama dengan jumlah perawi dalam thabaqah.
c. Klasifikasi Hadist Mutawatir :
1) Hadist Mutawatir lafzhiy adalah hadis yang
diriwayatkan orang banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara
riwayat yang satu dengan yang lainnya.
2) Hadist Mutawatir ma’nawy adalah hadist yang
para perawinya berlainan dalam menyusun redaksi pemberiaan, tetapi berita yang
berlainan susunan redaksinya itu terdapat persesuaian pada prinsipnya.
d. Manfaat Hadist Mutawatir
Hadist Mutawatir
memberi manfaat ilmu dharury, yaitu suatu keharusan untuk menerimanya
bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadist tersebut, hingga membawa
kepada keyakinan yang qath’iy.
e. Kitab penghimpun Hadist-hadist Mutawatir
Diantara kitab yang
khusus menghimpun hadist-hadist mutawatir :
1) Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akhbar
al-Mutawatirah, karya Jalaluddin as-Suyuthy (911 h).
2) Nazhm al-Mutanasir min al-Hadits
al-Mutawatir, karya Muhammd ‘Abdullah bin Ja’far al-Kattany (1345).
2. Hadits Ahad
a. Pengertian
Al – Ahad jama’ dari ahad, menurut
bahasa berarti al-wahid atau satu. Dengan demikian khabar wahid adalah suatu
berita yang disampaikan oleh satu orang.Sedangkan menurut istilah hadits ahad
adalah kabar yang jumlah perawinya tidak mencapai batasan jumlah perawi hadist
mutawatir, baik perawi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang
tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak sampai kepada
jumlah perawi hadits Mutawatir
b. Pembagian Hadist Ahad
1. Hadits Masyhur
Masyhur menurut
bahasa, ialah al-intisyar wa al-dzuyu’:
sesuatu yang sudah tersebar dan popular. Sedangkan menurut istilah,
menurut ulama ushul adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi
bilangannya tidak sampai ukuran bilang mutawatir, kemudian baru mutawatir
setelah sahabat dan demikian pula setelah mereka.
Macam-macam Hadits Masyhur
a) Masyhur dikalangan para muhadditsin dan lainnya
b) Masyur dikalangan ahli ilmu-ilmu tertentu
c) Masyhur dikalangan orang-orang umum saja.
2. Hadits ‘Aziz
Hadits
yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang perawi tersebut terdapat
pada satu thabaqah saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
3. Hadis Gharib
Hadis
yang ada dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan,
yang mana penyendirian dalam sanad itu terjadi.
c. Ketentuan Umum Hadis Ahad
Pembagian
hadis ahad kepada masyhur, ‘aziz dan gharib tidak bertentangan dengan pembagian
Hadis Ahad kepada Sahih, Hasan, dan Dha’if.( Ahmad Izzan, 2011 : 146-155 ).
B. Pembagian Hadts dari segi Kualitasnya
1. Hadis Sahih
a. Macam-macam Hadis sahih
Para ulama hadis membagi hadis sahih ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1) Shahih li dzatihi,
yaitu hadis yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-sifat hadis maqbul secara
sempurna yaitu syarat-syarat yang lima diatas.
2) Shahih li ghairihi, yaitu
hadis yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat
sebuah hadis maqbul (a’la sifat al-qubul).
Hal itu bisa terjadi karena ada beberapa
hal, misalnya saja perawinya sudah diketahui adil tapi dari sisi ke-dhabit
–annya, dinilai kurang. Hadis ini menjadi sahih karena da hadis lain yang
sama atau sepadan, diriwayatkan melalui jalur lain yang setingkat atau malah
lebig sahih.
b. Kehujjahan Hadis Sahih
Para
ulama ahlinhadis dan sebagian ulama ahli usul seperti ahli fqih sepakat
menjadikan hadis sahih sebagai hujjah yang wajib beramal dengannya.Sebagian
ulama besar menetapkan dengan dalil-dalil qath’i, yaitu al-Qur’an dan hadis
mutawatir untuk menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan aqidah dan tidak
dengan hadis ahad. Dengan demikian hadis sahih dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan suatu aqidah.
Perlu
diketahui bahwa martabat hadis sahih ini tergantung kepada ke-dhabit-an
dan keadilan perawinya.Semakin dhabit dan adil si perawinya, makin tinggi pula
tingkatan kualitas hadis yang diriwayatkannya.
Berdasarkan martabat seperti ini, para
muhaddistin membagi tingkatan sanad menjadi tiga, yaitu :
a. Ashah al-asanid, yakni
rangjaian sanad yang paling tinggi derajatnya. Para ulama hadis berbeda
pendapat dalam menentukan peringkat pertama ini:
Al-Auyuthi menguraikannya sebagai berikut :
a. Menurut Ahmad ibn Hanbal dan Iahaq ibn
Rahuwaih, adalah; jalur sanad Ibn Syihad Al-Zuhry- dari Salim ibn Abdullah ibn
Umar – dari ibn Umar.
b. Menurut Ibn Al- Madany, Al-Fallas dan
Sulaiman ibn Hard, adalah; Muhammad ibn Sirih-‘Abidah Al-Salmany- Ali ibn Abi
Thalib.
c. Menurut Yahya ibn Ma;in, adalah : Sulaiman Al-A;masy ibn Ibrahim- Ibrahin ibn
Yazid Al-Nakha’iy- Al- Qamah ibn Qais- Abdullah Ibn Mas’ud.
d. Menurut Abu Bakr ibn Abi Syaibah, adalah;
Al-Zuhry- Ali ibn Husain – Husein ibn Ali- Ali ibn Abi Thalib.
e. Menurut Imam Bukhari, adalah; Imam Maliki ibn
Anas, dari Nafi’ mawla Ibn Umar, Ibn Umar.
Berdasarkan perbedaan pendapat seperti
ini, Abu’ addillah ada yang mengkhususkan sahabat tertentu dan ada yang
mengkhususkan kepada daerah tertentu.
1) Ahsanul al-asanid, yakni
rangkaian sanad yang tingkatannya dibawah tingkat pertama diatas, seperti hadis
yang diriwayatkan oleh Hamad bin Salman dari Sabit dari Anas.
2) Adh’aful al-asanid, yakni
rangkaian sanad hadis yang tingkatannya kedua, seperti hadis riwayat Suhail bin
Abi Shahih dari bapaknya Abu Hurairah.
c. Kitab-kitab
Hadis yang Sahih
Ibnu Al-Shahah mengatakan bahwa kitab
hadis yang paling sahih setelah Al-Qur’an adalah Sahih Bukhari dan Muslim. Para
ahli hadis menguraikan tingkatan-tingkatan hadis sahih, pada umumnya, secara
berurutan sebagai berikut :
Hadis
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
a. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri
(tanpa Muslim)
b. Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim sendiri
(tanpa Bukhari)
c. Hadis yang diriwayatkan memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan oleh Bukhari Muslim, meskipun hadis tersebut
tidak ditakhrij oleh kedaunya.
d. Hadis yang diriwayatkan memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan oleh Muslim.
e. Hadis yang diriwayatkan memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan oleh Bukhari.
f. Hadis-hadis yang disahihkan oleh selain
Bukhari dan Muslim, seperti Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban meskipun tidak memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan oleh Bukhari dan Muslim.
2. Hadis Hasan
a. Pengertian
Hasan menurut bahasa berarti sesuatu
yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan menurut istilah, para ulama
berbeda pendapat dalam mendefisinikan hadis hasan ini. Pebedaan pendapat ini
terjadi disebabkan diantara mereka ada yang menggolongkan hadis yang menduduki
diantara hadis hasan dan hadis dha’if, yang dapat dijadikan hujjah.Memang
menurut sejarah ulamu yang mula-mula memunculkan istilah “Hasan” bagi suatu
jenis hadis yang berdiri sendiri adalah Imam Al-Tirmidzi.
b. Syarat-syarat Hadis Hasan
Secara terperinci syarat-syarat
hadis hasan sebagai berikut :
1) Sanadnya bersambung
2) Perawinya ‘adil
3) Perawinya dhabit, tetapi kualitas ke-dhabit-annya
dibawah ke-dhabit-an perawi hadis sahih;
4) Tidak terdapat kejanggalan atau syadz;
dan
5) Tidak ber’illat.
3) Macam-Macam Hadis Hasan
1)
Hadis
Hasan li Dzatih
Penertian hadis hasan li dzatih
sebagaimana pengertian diatas, yaitu hadis yang sanadnya bersambung dengan
periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga
akhir sanad tanpa ada keganjilan (syadz) dan cacat (‘illat) yang merusak.
2)
Hasan
Li Ghairihi
Secara singkat, hasan li ghairihi ini
terjadi dari hadis dha’if jika banyak perawinya, sementara para perawinya tidak
diketahui keahliannya dalam meriwayatkan hadis.Akan tetapi mereka tidak sampai
kepada derajat fasik atau tertunduh suka berbohong atau sifat-sifat jelek
lainnya.Begitulah para ulama memberikan batasan hadis jenis ini, termasuk Ibnu
Al-Shalah.
4) Tingkatan Hadis Hasan
Sebagaimana
hadis sahih, hadis hadan juga mempunyai tingkatan-tingkatan yang diurutkan
sebagai berikut:
Menurut Al-Dzahabi, sebagaimana dikutip
oleh ‘Ajjah Al-Khatib, tingkatan yang paling tinggi adalah periwayat dari Bahz
ibn Hakim dari bapaknya, dari kakeknya; dan Ibnu Ishaq dari Al-Taymiy.
Kemudain bila perawi mengatakan sebuah hadis
itu “Hasan Isnadnya” maka itu belum tentu menunjukan sahih matannya
mengandung keganjilan atau kecacatan.Oleh karena itu, seorang kritukus hadis
tidaklah dapat memberikan lebek hadis shahih, hadits hasan hingga
isnad shahih kecuali mampu mengemukakan data-data atau alasannya.
5) Kehujjahan Hadis Hasan
Jumhur mengatakan bahwa kehujjahan hasan
seperti hadis sahih, walaupun derajatnya tidak sama, bahkan ada segolongan
ulama yang memasukan hadis hasan ini,
baik hasan li dzatih, maupun hasan li ghairihi kedalam kelompok
sahih, seperti Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah meskipun telah
memberikan penjelasan terlebih dahulu. Al-Ktatabi kemudian menjelaskan bahwa
yang mereka maksud dengan hasan disini (yang bisa diterima hujjahnya) adalah
hadis hasan li dzatihi. Sedangkan hasan li ghairihi jika
kekurangan-kekurangannya dapat diminimalisir atau tertutupi oleh banyaknya
riwayat lain, maka sah-lah jehujjahannya.
3.Hadis
Dha’if
a. Pengertian
Kata dha’if menurut bahasa berarti
lemah, sebagai lawan kata dari kuat.Maka sebutab dha’if, secara bahasa berarti
hadis yang lemah atau hadis yang tidak kuat.Secara istilah, para ulama terdapat
perbadaan rumusan dalam memdefinisikan hadis dha’if ini.
Al-Nawawi mendefinisikan dengan “ Hadis
yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis Shahih dan syarat-syarat hadis Hasan”.
Menurut Nur Al-Din Itr “ Hadis yang hilang salah satu syaratnya dari
syarat-syarat Hadis Maqbul (hadis Sahih atau hadis yang Hasan)”.
(Munzier Suparta, 2011 :
134-150)
C. Pembagian Hadis berdasarkan Kesinambungan
sanadnya
1. Hadis-Hadis yang Bersambung-sambung Sanad-nya
a. Hadis Musnad, yaitu tiap-tiap hadis marfu’
yang sanad-nyamuttashil.
b. Hadis
Muttashil/Maushul, yaitu hadis yang bersambung-sambung sanad-nya.
Persambungan sanad itu dinamai ittishal.
D. Hadis-hadis Dha’if karena tidak
Bersambung-sambung Sanadnya
1. Hadis Mu’allaq
Hadis Mu’allaq yaitu
hadis yang gugur perawinya, baik seorang, baik dua orang, baik semuanya, ada
awal sanad, yaitu guru dari seorang imam hadis.Menggugurkan hadis disebut ta’liq.
2. Hadis Munqathi’
Hadis Munqathi’
yaitu hadis yang gugur seorang, atau dua orang dengan tidak berturut-turut di
pertengahan sanad.Hal tersebut dinamai inqitha’.
3. Hadis Mu’dhal
Hadis Mu’dhal yaitu
hadis yang gugur dua orang perawi berturut-turut dipertengahan sanad.Menggugurkan
perawi ini disebut i’dhal.
4. Hadis Mudallas
Hadis Mudallas yaitu
hadis yang tidak disebut dalam sanad atau sengajadigugurkan oleh seorang
perawi ama gurunya dengan cara yang member waham apakah dia mendengar
sendiri hadis itu dari orang yang disebut namanya itu.
( Teungku Muhammad
Hasbi ash-Shiddieqy, 2009 : 169-170 )
Hadis ditinjau dari dari segi diterima
dan ditolak, dibagi menjadi dua. Pertama
Maqbul, yaitu segala hadis yang diterima , dapat dijadikan hujjah. Kedua
Mardud, yaitu segala hadis yang ditolak, tidak dapat dijadikan hujjah dan wajib
diingkari.
1. Hadis
Maqbul
Diantaranya :
a.
Hadis
Mutawatir, yakni segala perkataan Nabi SAW atau
perbuatannya yang didengar atau dilihat oleh orang ramai (khalayah), yang tidak
mungkin menurut pendapat akal bahwa orang ramai yang menyampaikan berita kepada
kita telah bersekutu berdusta dalam menerangkan kejadian itu kepada kita.
b.
Hadis
ahad dan marfu’ lagi musnad dan shahih,
yakni segala hadis yang diterima oleh dua tiga orang saja dan disampaikan
kepada dua tiga orang saja. Mereka menyampaikan hadis ini dengan menyandarkan
kepada Nabi saw. Serta menerangkan sanad-sanadnya yang bersambung-sambung,
tidak putus-putus, tidak berlompat-lompat dan semua orang yang menjadi sanad
itu.
c.
Hadis
ahad yang marfu’ musnad hasan,
yakni segala hadis yang diterima oleh
dua-tiga orang saja dan disampaikan kepada dua-tiga orang juga. Mereka
menyampaikan hadis itu dengan menyandarkan kepada Nabi saw.serta menerangkan
sanadnya yang bersambung-sambung tidak terputus-putus, tidak berlompat-lompat
dan segala orang menjadi sanad itu adil, akan tetapi tidak kuat ingatan, jika
dibandingkan dengan ingaorang yang meriwayatkan hadis yang dipandang shahih.
2.
Hadis Mardud
Hadis Mardud adalah hadis ahad yang
bukan marfu’ musad shahih dan
bukan marfu’ musnad hasan. Yakni hadis dha’if yang banyak
macamnya dan banyak pula namanya.
Di antara hadis dha’if adalah syadz,
maqthu’, mu’allaq, mubham, mudraj, mudallas, matruk, maqlub, mu’alal, munkar,
mudhtharab, dan munqathi’.
Dengan kata lain hadis mardud adalah :
a. Tidak besambung-sambung sanad-nya atau
b. Terdapat pada seorang perawinya cacat yang
menyebabkan tercacat riwayatnya.
(
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, 2009 : 165-167 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar